Sabtu, 12 September 2015

Cerpen "Sarjana"



SARJANA

Suara mulai terdengar sumbing, wajah mulai memerah, titik titik  nafas mulai berat terasa, butir butir air mulai membelai pipi merah. Aku tak kuasa menahan ini semua saat menatap ia tertawa bahagia di hadapanku.
Benci dandam ini semua yang kurasakan bendera yang menjadikan saksi bawa kami telah di lukai. Kami selalu di pandang sebelah mata kami yang selalu di anggap menggangu, kami yang selalu di anggap mengacau, itu semua sudah terbiasa terdengar.
“alah opo to, mung iso ngrusak !!!”
“isone mung trimo gelut to, maen fisik rak main utek !!”
“Gawe koyo ngono wae rak iso, nampilke neng wong akeh kok koyo ngono, ELEEEKK meni....”
Penuh hati ini terasa, teriris-iris tubuhku ini. Kami berusaha sebaik mungkin untuk memperiapkan karnaval besok tanpa seorang pembina yang membimbing kami, lelah yang kurasa tapi tak mengugurkan semangtku. Walaupun peluh peluh telah bercucuran matahari pun mulai lelah bersinar, kami tetap dapat tersenyum bersama.
Pagi ini aku dan teman-temanku sudah siap untuk menampilkan latihan karnaval kami, walau tubuh kami sudah merasa berat untuk dibawa.
“Antin ayok semangat !!!” ujar Ratih untukku
“Iya ayok” balasku
Lelah semakin lelah yaah itu yang aku rasakan. Tapi saat melihat temannku menanyikan lagu bersama membuat diriku ini semakin terhibur. Dibawah bendera itu aku terus melihat bagaimana Sonarnyani terus menggema. Itu bagiku sebuah keajaiban berhari-hari berlatih tetapi mereka tetap semangakat.
Bayanganku mulai tertutup oleh tubuhku puncak panas mulai menyinari kami semua menepi di lapangan bersandar bersendau gurau dibawah pohon bersama menunggu giliran kami untuk menampilkan hasil karnaval kami.
“flasmoop ayo, cepat giliran kalian”
“cepat, cepat ini giliran kalian”
Yaah ini giliran teman-temanku untuk menampilkan hasil latihan mereka. Aku sangat bangga pada mereka walau tubuh sudah terasa berat untuk berjalan tapi mereka tetap berusaha, mengikuti alunan lagu terus bergerak, walau kepala sudah terasa berat, kaki sudah terasa mati.
“Alhamdulilah udah selesai” kata susan
“Iya nie ayok beli minum capek nie” jawab Ratih
Ratih “Tin Antin mau ikut ndak beli minum bareng aku ke depan”
“Ndak aah kamu aja aku pingin duduk gak pingin minum” jawabku
          Lalu aku memutuskan untuk menunggu mereka di tepi lapangan.
          “Duhh enaknya”batinku saat aku duduk. Tak berapa lama aku melihat  Susan berjalan dihadapanku dengan mata merahnya
          “Lhoo san kamu ki kenapa ?”
          “Gak papa kok Tin”
          “Alaah lho kenapa”
          “Nanti kamu tau sendiri !!!!”
          Saat aku pergi dari lapangan ku lihat semua teman social menangis entah apa yang terjadi aku hanya dapat terdiam termenung melihat apa yang terjadi, terasa tergoncang hatiku saat melihat itu semua. Entah apa yang harus aku lakukan seketika tubuhku terasa kaku bibirku terasa pilu terpaku tertegun seketika, tubuhku terasa lemas saat mendengar semua yang terjadi air mataku pun terpecah tiada henti.
          Dengan tubuh mulai tak berisi, ku tuntun kaki ini kedepan gedung tinggkat itu melihat seorang sarjana yang sedang terrawa dihadapanku. Air mataku mulai menderu deras melewati pipiku ini sesak yang ku rasakan. Tak enggah aku sedang beristirahat
          “Ayo Sonarnyanyi giliran kalian cepat cepat”
          Dengan mata yang masih memerah aku sibakkan arirmataku dan bergegas menuju teman – temanku yang sedang bersiap menyiabkan formasi kami, aku hanya bisa merunduk saat kami berjalan menuju ke tengahlapangan untuk menampilkan pertunjukan kami
          “..satukan tekatmu kobarkan semangatmu itu lah yangku mau...”
          Sorak suara kamipun mulai terdengar dentuman drum mulai menggema mengiringi nyanyian kami, entah apa yang aku rasakan seketka mataku mulai memerah lagi. Sambil membentanggkan bendera merah putih sejauh 15m kami terus bernyanyi di bawahnya.
          “Cinta yang telah kita bina pahit manis bersama..”
          Ku coba singkappakn perasaanku ini, tak sadar aku ternyata semua teman- temanku menangis juga. Setelah lagu selesai kami langsung pergi dan menepi dari lapangan pertunjukan.
          Setelah semua pertunjukan selesai kami diperbolehkan pulang. Tapi aku masih duduk termenung lama.
          “Antin ayok ke ruang GSG” ajak bagas
          “La mau apa ke GSG ?” tanyaku
          “ Itu temen – temen lagi pada debat sama ketua karnaval soal yang tadi” kata bagas
          “ Iya udah ayok cepetan ke sana” jawabku
          Aku lalu cepat bergegas pergi ke GSG, sesampai disana ruangan itu terasa sesah sekali untukku, perdebatan sudah sampai pada puncaknya.
          “ maaf pak kami selaku anak social ingin mengundurkan diri dari kegiatan karnaval ini pak” kata desi
          “ kalian itu jangan terbawa emosi, sabar dulu tenang” jawab ketua karnaval
          “ pak kita itu sudah sabar pak di katakan mengganggu, jelek pak kurang sabar apa kita. Malah harga diri kita serasa di injek injek sama sarjana itu pak” jawab desi
          “ iya bener pak, katanya sarjana kalo bertuturkata kok kaya bukan sarjana”
          “ siapa yang gak terima to pak kalau dikatakan ‘alah elek penampilane.. balekke wae kui duite, cumo iso ngentek-ngentekke duit to !!!’ kita ya pak cuman dikasih uang Rp 270.000,00 pak kalo cuman segitu kita juga bisa ngmbalikan”
          “ iya pak pokoknya kita udah ndak mau ikut lagi karnaval “
          “gini semisal kalian gak mau ikut karnaval saya juga akan menggundurkan diri sebagai ketua karnaval” kata ketua karnaval
          “lho pak kok gitu kalo bapak menggundurkan diri kita juga yang bakalan kena jeleknya pak” Ujar Dio
          “ya itu keputusan kalian kalo kalian mundur dari karnaval saya juga akan mundur jadi ketua karnaval” jawab ketua karnaval
Sontak kami pun terdiam memikirkan apa yang akan terjadi nantinya. Dan kami pun berpikir untuk membuat keputusan
          Desi pun berkata “ iya udah pak kami ndak jadi mundur”
          “ iya udah makasih, bagaimana kalau saya temuin sarjana itu agar menjelaskan dan meminta maaf pada kalian ?” tanya ketua karnaval
          “ iya pah”
          “laah gitu loh pak”
          Lama kami menunggu kedatangan sarjana itu, tetapi yang datang adalah orang lain yang menyampaikan pesan yang tiada artinya.
“udah kalian pulang dulu besok dia akan minta maaf pada kalian waktu apel pagi”
“loh pak kok yang datang bapak sih, mana sarjana itu ?”
“udah besok kalian juga ketemu, sana pulang kerumah masing – masing sana bubar bubar !!!”
Akhirnya kami pulang dengan rasa kecewa, tetapi kami tak sabar menunggu sarjana itu esok
Saat apel pagi di laksanakan sarjana itu tak junjung datang, hanya ada ketua karnaval yang menyampaikan permintamaafannya pada kami. Sonta kami terkejut dan kecewa akan hal tersebut. Dan pada hari itu aku tak melihat sarjana itu di manapun.


Penulis = Luthfi Fajar Riana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mahasiswa KKN UPGRIS Membuat tempat Cuci Tangan Sederhana dan Melakukan Edukasi Cuci Tangan

Virus Covid-19 per 1 Februarai 2021 mencapai 1.089.308 yang menandakan bahwa belum meredanya penyebaran covid-19 di Indonesia. Oleh karena i...